Rabu, 14 Juni 2017

Ambiguitas Isme-Isme Kesetaraan

Kalau semua manusia memang setara, kita yang meyakininya tinggal mempraktikkannya secara positif dan intensif. Tak perlu meng-counter kemapanan rezim patriarki atau feodalisme dengan pelbagai timbunan teori dan isme-isme yang justru malah menimbulkan resistensi dari kaum pendukung patriarki atau feodalisme atau apalah—tergantung kasus yang dihadapi di lapangan.

Meng-isme-kan diri, dalam banyak hal, justru melanggengkan perbedaan, dan akhirnya menampilkan ambiguitas yang ada pada dirinya, yaitu dengan menjadikan ketidaksetaraan itu terus berlangsung langgeng dan lestari.

Bagaimana mungkin kita memperjuangkan kesetaraan dengan cara-cara tidak setara—bahkan cenderung menonjolkan ego ismenya sendiri?
Share:

Minggu, 11 Juni 2017

Anomali Posmodern

Kita hidup di negeri yang jalanannya berlubang dan penuh gundukan di sana-sini, namun orang-orangnya mengidamkan punya ferrari dan lamborghini.

Ya beginilah gambaran masyarakat posmodern. Membangun jukstaposisi tetapi juga menyimpan anomali di dalam dirinya sendiri. Kita tak bisa menghindarinya, selain menikmatinya. 
Share:

Televisi sebagai Agen Ideologi

Masyarakat kita mayoritas pikirannya dibentuk oleh iklan, tapi merasa paling bebas dalam menentukan pilihan. Kita merasa seolah-olah punya kebebasan untuk memilih mau makan apa saja, padahal makanan yang kita pilih itu adalah selera pasar yang dibentuk oleh kekuatan industri.

Tak hanya soal selera makanan, tapi juga gaya hidup, fashion, tempat nongkrong, fetis, dan terutama: mindset. Sadar atau tidak, televisi adalah agen ideologi yang punya pengaruh besar dalam membentuk kepribadian manusia. Kalau tak percaya, silakan lihat anak-anak kecil zaman sekarang yang di rumahnya ada televisi, sebagian besar pasti menghafal Mars Perindo.
Share:

Masyarakat Posmodern Masyarakat Pemuja

Jangankan bersikap objektif, menjadi subjektif saja belum; kita saat ini sudah keburu jadi pengikut, lebih terangnya: pemuja!

Dan kau tahu, pemujaan adalah bentuk ketidak-bekerjaan nalar. Memuja berarti menegasi akal beserta seluruh perangkat kognitif di dalamnya. Kalau kita sudah menjadi pemuja, jangankan berpikir kritis dan mandiri; berpikir saja bisa dikatakan belum.

Beginilah gambaran masyarakat posmodern, terlalu mudah menjadi pemuja. Tapi penyebabnya apa, bisa kita bicarakan di lain kesempatan.
Share: