Jumat, 24 Oktober 2014

Paradoks Ber-Sukarnois

"Nasionalisme di dunia Timur itu lantas “berkawinlah” dengan Marxisme itu menjadi satu nasionalisme baru, satu ilmu baru, satu iktikat baru, satu senjata perjuangan yang baru, satu sikap hidup yang baru.

"Nasionalisme-baru inilah yang kini hidup di kalangan rakyat Marhaen Indonesia. Karena ini, Marhaen pun, pada hari 14 Maret 1933 itu, wajiblah berseru: Bahagialah yang wafat 50 tahun berselang!" (Memperingati 50 Tahun Wafatnya Karl Marx, Fikiran Rakyat, 1933)

Kalau kita membuka kumpulan tulisan-tulisan Bung Karno dalam "Di Bawah Bendera Revolusi" maka kita akan jumpai satu artikel yang membicarakan tentang Karl Marx, yakni bapak komunisme.

O, dan akan kita dapati bahwa betapa Bung Karno sangat mengidolakan Marx, sampai-sampai ia memperingati 50 tahun kematian Marx lewat tulisannya.

Lantas, bagaimana mungkin hari ini kita mengidolakan Bung Karno sedang di sisi lain kita mengutuk komunisme?
Share:

Kamis, 23 Oktober 2014

Renungan Jumat

Gus Dur pernah berkata:
Lebih baik sopir-angkot yang ugal-ugalan dan membuat para penumpangnya mengingat Tuhan kemudian berdoa ketimbang khotib yang berceramah panjang-lebar namun malah membuat jamaahnya ngantuk dan tertidur.
Pernyataan tersebut di atas hendaknya dijadikan renungan bagi setiap penceramah agama agar lebih kreatif dan atraktif dalam berceramah. Mungkin harus ada sesi tanya-jawab, atau ada kuis-berhadiah, dan pengumuman pemenang lomba... Entahlah....
Share:

Demokrasi Tidak Islam

Ternyata pernyataan "Islam itu demokratis" adalah salah.

Demokrasi yang berintikan bebas berpendapat, tidak berlaku dalam Islam. Lihatlah betapa dari tahun ke tahun, zaman ke zaman, setiap salat Jumat, jamaahnya tidak bisa melakukan interupsi terhadap pernyataan-penyataan khotib.

Khotbah hanya didominasi oleh khotib, sedang jamaahnya hanya bisa mendengar tanpa bisa menyanggah apa yang dikhotbahkan. Bukankah itu adalah bentuk nyata otoritariansime?
Share:

Politik = Dagelan Kontemporer

Anggap saja politik adalah dagelan kontemporer. Ia dimainkan oleh para politisi dan politikus dengan sempurna dengan maksud untuk meraih kuasa sebesar-besarnya dan seluas-luasnya.

Kalau kau masih maknai politik sebagai ikhtiar menyejahterakan rakyat maka kau sedang memuluskan niatan busuk para politisi untuk mencapai kesuksesan.
Share:

Minggu, 19 Oktober 2014

Negara Mandiri, Rakyat

Jangan kamu terlalu serius menyikapi persoalan negara, sebab negara tak serius terhadap sikapmu, apalagi hidupmu.

Negara dibangun dengan semangat "kemandirian", katanya... agar rakyat tidak manja dan bergantung pada negara.

Maka, percuma kamu mempersoalkan negara. Toh, negara tak pernah mempersoalkanmu. Malah negara hanya memperdagangkanmu dengan menjadikanmu sebagai komoditas kebodohan.
Share:

Kebenaran Palsu, Indonesia

Pada dasarnya kita sudah ber-negara di atas kepalsuan. Lihatlah dari isi Pancasila yang kata para pejuang tanah air adalah jati diri dan keaslian bangsa. Bullshit! Sila 1 sampai 5 dalam Pancasila semuanya impor dari luar, kok.

Bahkan, lagu kebangsaan dan kebanggaan "Indonesia Raya" adalah hasil plagiat W.R Soepratman terhadap salah-satu lagu Belanda yang berjudul "Lekka Lekka Pinda Pinda".

Sudahlah ... hidup di atas kepalsuan hanya akan menghasilkan kebenaran-kebenaran palsu. Ini semua masalah keterlanjuran, yang penting ingat: selow.
Share:

Presidenkan Diri Sendiri

Saya tak butuh presiden. Tak penting bagi saya ada atau tidak ada presiden.

Bagi saya, presiden itu barulah penting ketika dia sudah mampu memakmurkan dan mensejahterakanmu. Tetapi, selama kau tetap berjuang keras dalam menyambung hidup, dan selama nasib hidupmu masih tergantung seutuhnya di tanganmu, maka peran presiden tak ada pengaruhnya untukmu.

Presidenkan dirimu sebelum dipresideni oleh orang lain!
Share:

Jumat, 17 Oktober 2014

Orang Adalah Uang

Yang dimaksud orang adalah uang. Itulah definisi oleh orang banyak hari-hari ini. Kehormatan, penghargaan, dan kemuliaan hanya pantas diberikan kepada orang yang punya banyak uang.

"Aku beruang maka aku ada." Diktum baru sebagai antithesa atas Descartes.

Share:

Ikut dan Sikut

Pikiran itu alat untuk mendapat pengetahuan. Pengetahuan itu alat untuk mengkritik budaya ikut-ikutan. Sebab, ikut-ikutan tanpa pengetahuan sama dengan memperpanjang barisan kebodohan.

Apalagi, di dalam ikut-ikutan terjadi sikut-sikutan?
Share:

Senin, 13 Oktober 2014

Aldous Huxley tentang Karl Marx

Di salah satu kampus berbasis agama, segerombolan mahasiswa berdiskusi tentang Karl Marx. Saya dan Aldous Huxley menghampiri mereka, dengan santai Aldous Huxley berceletuk:

"Karl Marx pernah berkata, 'Agama adalah candu.' Apakah itu benar atau salah, tidak penting, tapi yang paling benar adalah 'candu adalah agama masyarakat'."

Kami pun berlalu pergi ... sambil berbisik, kepada saya Huxley berkata, "Kebenaran acapkali tampak goyah dan tidak menarik. Hal ini muncul karena berasal dari kebohongan yang berbelit-belit."

Pagi telah tiba....
Share:

Beragama dan Bersenggama

Idealnya, orang beragama tak pernah mendiamkan negara melakukan ketimpangan, penyimpangan, apalagi penindasan. Orang beragama menolak itu.


Jika ada orang yang mengatas-namakan agama untuk merestui penguasa melakukan penindasan, apalagi turut serta dalam kegiatan perampokan, maka dia bukanlah orang beragama, melainkan orang yang sedang bersenggama.
Share:

DOGMA!

Kebenaran itu kesepakatan para penguasa yang kemudian dijalarkan lewat media-massa. Lahirlah peradaban satu dimensi penyembah berhala tanpa kritik dan tanya. Di dalamnya hanya terdapat satu bahasa: DOGMA!
Share:

Kebodohan itu Penting

69 Tahun negara Indonesia dibentuk tetapi masih jauh dari harapan dan tujuannya. "Mencerdaskan kehidupan bangsa" sebagai salah-satu cita-cita luhur pendiri negara, (sampai) hari ini diabaikan oleh para bajingan tengik politisi-politikus. Kenapa? Karena kekuasaan yang korup itu anti terhadap kecerdasan; karena jika rakyat cerdas maka "tuhan korupsi" akan tuntas.

Di bawah rezim kapitalisme, kebodohan harus dieksploitasi sesempurna mungkin agar cacat-celah kebobrokan sistem negara bisa tetap berlenggang-kangkung di atas penderitaan pribumi. Maka, kebodohan sangatlah dibutuhkan negara untuk:

1. Melestarikan kapitalisme berkuasa.
2. Melanggengkan para bandit menjarah harta kekayaan rakyatnya.
3. Memuluskan tujuan kapitalisme dan inlander para politisi-politikus merampok aset negara milik rakyatnya.

Oh, betapa mudahnya memimpin domba-domba ke ladang pembantaian....

















Share:

Negara Tukang Bohong

Negara yang paling banyak bohong adalah negara yang di dalamnya diisi dengan banyak iklan. Maka jika para penyelenggara negara menghimbau agar warga-negaranya melakukan ini-itu, jangan dipercaya, sebab mereka sedang berbohong.

Keyakinan saya di atas semakin diperkuat oleh pernyataan H. G. Wells bahwa "Iklan adalah kebohongan yang dilegalkan."

Maka, jangan heran jika aparatur negara ketahuan berbohong. Berbohong memang legal. Sama halnya dengan iklan.
Share:

Tuhan Barat dan Timur

Di Barat, orang meniadakan Tuhan. Di Timur, orang mengadakan Tuhan. Itulah premis yang bisa kita ambil dari pembelajaran manusia tentang Tuhan versi Barat dan Timur.

Entah apa yang ada di pikiran para filsuf. Yang jelas Tuhan (ketuhanan) melampaui konsep ada-tiada.

Setahu saya, sesuatu yang disebutkan adalah sesuatu yang ada, sedang sesuatu yang tiada adalah sesuatu yang tak pernah disebutkan. Sederhana, bukan?

Tapi sejujurnya, pembicaraan tentang Tuhan adalah pembicaraan yang membosankan dan tak penting. Dalam kehidupan, ada-tiadanya Tuhan tidak-lah penting. Yang paling penting dalam hidup adalah seperti apa kau setelah meniadakan dan mengadakan Tuhan! Titik.






Share:

Bicara Tanpa Bicara

Bicaralah tanpa harus bicara.

Manusia hidup dituntun oleh dua kekuatan besar dalam dirinya, yakni pikiran dan perasaan. Ada yang cenderung tunduk pada pikiran; ada yang cenderung tunduk pada perasaan.

Bahasa terbaik di setiap zaman adalah bahasa cinta. Di dalam cinta, pikiran dan perasaan selaras berjalan. Tak ada dominasi, yang ada adalah proporsi. Pikiran tahu kapan ia harus berlaku dan perasaan tahu kapan ia harus berlaku. Masing-masing tahu akan posisinya.

Maka dalam bercinta, segalanya adalah bahasa.
Share:

Memurnikan Kemanusiaan

Menjadi manusia murni adalah menjadi bayi. Sebab hanya bayi yang memiliki kemurnian. Setelah manusia melewati fase sebagai bayi, manusia mulai mengotori kemurniaannya itu dengan kebohongan, kejaiman, kegengsian, kemunafikan, kekerdilan, kebejatan, kejahatan, dan lain-lain, dan seterusnya.

Memang sebagai orang dewasa tidak bisa menjadi murni, tapi kita bisa mendekatkan diri pada kemurnian. Bagaimana caranya?

Cara mendekati kemurnian adalah dengan mengikis secara berangsur-angsur sifat bohong, gengsi, iri, dengki, munafik, bejat, jahat, dan lain-lain, dan seterusnya. Tapi ini semua ilusi, bukan?

Share: